Definisi Utang Menurut Hukum
@ilustrasi

Definisi Utang Menurut Hukum

Litigasi - Pengertian tentang utang secara yuridis dapat dilihat dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta dari beberapa pendapat ahli.

Menurut Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bahwa “Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama”.

Selanjutnya menurut Pasal 1 Angka 6 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yakni “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”.

Menurut pendapat Jerry Hoff bahwa utang menunjuk pada kewajiban dalam hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari perjanjian atau dari undang-undang (M. Hadi Shubhan 2009:35). Pada dasarnya suatu utang merupakan suatu kewajiban yang wajib dipenuhi oleh debitor, yang apabila tidak dipenuhi kreditor berhak untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor (Adrian Sutedi 2009:33).

Hubungan utang piutang antara diebitor dan kreditor, sesuai makna yuridis dipersyaratkan adanya perjanjian, baik perjanjian lisan mapun tulisan. Di sisi perjanjian lisan berpotensi besar mengalami kesulitan untuk membuktikan adanya utang piutang. Oleh karenanya sangat disarankan perjanjian utang piutang dituangkan di dalam suatu akta perjanjian tertulis, atau akta notarial, yang merujuk kepada mekanisme di dalam KUH Perdata dan peraturan perundang-undangan lainnya. Jika nantinya salah satu pihak melakukan wanprestasi maka pembuktian akan adanya wanprestasi lebih akurat dan otentik.