Solusi Pro Kontra Pembebasan Ustadz Abu Bakar Baasyir

Solusi Pro Kontra Pembebasan Ustadz Abu Bakar Baasyir

Oleh - Dr. Azmi Syahputra, SH., MH.

Pro kontra pembebasan Ustadz Abu Bakar Baaysir sampai saat ini belum juga menemukan titik temu, ada beberapa hal yang harus dilakukan, secara fakta diketahui selain faktor usia dan kesehatan serta kemanusiaan semestinya setingkat Ustadz Abu Bakar Basyir yang secara usia semakin banyak mendapat hikmah tentunya semakin transdental sejatinya sudah Pancasila karena Indonesia itu syarat memiliki nilai ke-Tuhan-an. 

Jadi, jika  ditarik muara pro kontra pembebasan bersyarat saat ini adalah adanya perdebatan atau hambatan antara yang formal prosedural dipersyaratkan dan substantif, maka Presiden harus memilih mana yang paling mendekati rasa adil dari kasus ini, jadi bisa saja Presiden belum sepenuhnya mengikuti isi peraturan perundang-undangan terutama jika ada aturan yg dirasa menghambat terwujudnya keadilan, nilai kemanusiaan dalam hal ini khusus memperhatikan kasus Ustadz Abu Bakar Baasyir dengan segala pertimbangan yang  menyeluruh seperti faktor faktor yang selama ini menjadi perhatian khusus.

Presiden diberi kewenangan mencari dan menemukan jalan keadilan apalagi dengan situasional dan case khusus ini. Dengan dasar ultimate decision maker yang tercermin di dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 Presiden diberikan wewenang untuk menentukan penilaian atau  membuat pertimbangan atau penghapusan pembatasan atas syarat prosedural, in case dalam kasus Ustadz Abu Bakar Baasyir.

Inilah pintu bagi Presiden untuk membantu dan keluar dari jalan buntu aturan formal dibanding menegakkan hal substantif, tentunya dengan pertimbangan yang teliti matang, detail  dan terukur yang selanjutnya dapat dibuatkan menjadi salah satu produk hukum mendasari kewenangan Presiden.

Jadi  Presiden jika membantu atas nama kemanusiaan, kesehatan dan faktor usia untuk Ustadz Abu Bakar Basyir harus maksimal  dengan menggunakan  payung hukum Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya selalu menyinggung ketentuan pasal ini dalam putusannya terkait kewenangan yang secara konstitusional hanya dimiliki Presiden atau DPR sebagai pemegang kata akhir, dalam hal ini sebagai pembuat Undang-Undang dan secara operasional dapat dilaksanakan.

Sementara dalam proses mencari jalan atasi persoalan payung hukum, sebagai langkah konkrit Presiden dapat mengirimkan sarana yang mendukung untuk kesehatan dan sarana kemudahan mendukung aktifitas beliau, misal mengirimkan dokter khusus secara berkala, sarana kamar yang patut,  sarana ibadah, termasuk fasilitas kamar, termasuk secara leluasa menerima kunjungan keluarga.

Ini solusi sekaligus pancaran putusan Presiden dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila yang menekankan pentingnya adil dan keadilan, ke-Tuhan-an yang Maha Esa dan sila lainnya. Perwujudan itu merupakan penghargaaan atas fitrah manusia yang berketuhanan dan nilai negara kebangsaan yang religius (Religious welfare state).

Maka saat nya Presiden bergerak cepat,  menciptakan  precedent baru  dalam membangun rasa hormat dan nilai-nilai kemanusiaan terutama dalam kondisi yang khusus bagi Ustadz Abu Bakar Baasyir.

Selain catatan kecil dan upaya pertimbangan hukum diatas, tak kalah penting ikhtiar maksimal, ada baiknya peran keluarga untuk ikut membantu beliau termasuk kaum kerabat (sahabat dan ulama) agar beliau berkenan melakukan kepentingan yang terbaik guna terpenuhinya kesehatan dan nilai-nilai kemanusiaan, termasuk  memberi keteladanan pada anak cucu Indonesia untuk selalu cinta tanah air dan menjaga persatuan Indonesia.

*Penulis adalah Alumni Fak Hukum Umsu dan Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha).